“Kita berbuat baik, belum tentu hasil
yang kita dapat itu baik, apalagi kita berbuat yang tidak baik”. Begitulah
realita di Sumatera Uatara (Sumut) yang terkenal dengan provinsi CPO dan
agraris. Setahun ini saya memperhatikan terus perjalanan roda ekonomi sumut
ini. Hasil yang saya lihat dari badan pusat statistic (BPS) ternyata
pertumbuhan ekonomi di sumut mencapai 5.25 persen. Namun, yang menjadi
perhatian, mengapa tingkat kemiskinan juga bertambah?
Selain itu tingkat inflasi mencapai 5.87
persen dibarengi naiknyaharga komoditas seperti cabai merah, cabai rawit,
bawang putih, telur dan daging ayam. Bahkan angka itu diatas inflasi nasional.
Penulis sangat prihatin melihat keadaan sekarang. Mohon maaf, saya tidak benci
dengan Bapak Edy Rahmayadi sebagai orang nomor satu di Sumut ini, namun,
menjadi kewajiban saya untuk mengkritisi keadaan yang ada karena saya aktivis
pemuda muhammadiya, yang berkewajiban untuk memperhatikan perekonomian daerah
saya.
Perang Dagang
Secara makro, Indonesia juga merasakan
dampak dari perang dagang antara Amerika Serikat dan China, dampak dari perang
dagang itu juga berimbas kepada provinsi sumut. Terutama berdampak pada kinerja
ekspor CPO. Maka saya berkesimpulan bahwa pertumbuhan ekonomi sumut ini negatif!
Perang dagang Uni Eropa (UE) AS vs
China, AS vs Korea, AS vs Turki, tidak menutup kemungkinan As akan berhadapan
dengan Indonesia. Sumut sangat terasa dampak kontraksi dari perang dagang
tersebut. terutama kinerja ekspor. Apalagi komoditas Sumut, seperti hasil sawit
60 persen itu dibagi ke pusat dan sumut hanya mendapat 40 persen dari hasil
itu. Kita hanya mengandalkan cpo dan sekarang dampaknya sangat terasa. belum
lagi ditambah inflasi yang volumenya meningkat setiap kwartal. Maka kedepan
ekonomi kita akan stagnan, tidak dapat untung, malah menambah modal lagi.
PAD
Sejauh ini, saya menilai pemerintah
melalui gubernur, belum berani menangani Pendapatan Asli Daerah (PAD) apalagi
meningkatkannya. Contohnya saja pendapatan parkir kendaraan motor dan mobi.
Pendapatan parkir kendaraan sejauh ini masih dikuasai oleh para ketua-ketua
tertentu. Pantas saja kota medan disebut “Negeri Para Ketua”. Dan uang parkir
hanya di putaran tangan para ormas-ormas tertentu. Selain itu, Pemerintah belum
mamapu menangani pajak kendaraan. PAD terbesar kita masih bergantung dari pajak
kendaraan, lantas jika tidak maksimal maka akan terjadi lagi pemutihan pajak
dan itu belum tentu semua ikut pemutihan.
Kita warga Sumut mengalami masalah yang
sangat serius, karena, sejauh ini belum ada solusi yang bisa diberikan untuk
mengatasi permasalahan ekonomi di sumut ini. Karena sejauh ini kita lalai
dengan kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) saja tanpa perduli meningkatkan Sumber
Daya Manusia (SDM). Perlu di contoh Negara lain, seperti singapura, singapur Negara
aspal, tetapi mereka mampu “menguasai” SDA Negara luar.
Politik Anggaran
1 tahun kepemimpinan gubernur Sumut ini,
belum menunjukkan bukti kreatifitas yang bisa di nikmati oleh masyarakat. Dan
penulis pesimis akan 4 tahun yang akan datang ini, karena melihat dari jumlah
besarnya anggaran daerah 15 terliun per tahun, namun, untuk di fungsikan ke
sektor ekonomi hanya 6.2 persen. Sedangkan untuk kesaktariatan kantor gubernur,
DPRD, lembaga-lembaga administrasi sebesar 54 persen. besarnya 54 persen itu
lah yang menentukan kaum elit politik. Seolah, anggaran itu seperti bagi-bagi
kue yang di perebutkan elit politik di meja makan.
Bagaimana mungkin pertumbuhan ekonomi
ini positif dan sesuai lajurnya inflasi dan volume ekspor, sedangkan anggaran
15 terliun hanya 6.2 persen. Tentu UKM, dan industri kreatif dan starup tidak
terbantu dengan anggaran itu karena tidak cukup.
Penulis menyimpulkan, pertumbuhan
ekonomi sumut di angka 5.25 persen itu negatif. Dan masyarakat Sumut butuh
solusi kreatif dari pemerintah untuk mengatasi permasalahan ini semua. Ingat,
pemimpin itu contributor, eksekutor dan motivator. bukan curhat, Bukan
marah-mara apalagi mengajak berkelahi aktivis. Keberanian anda sekarang berbeda
tempatnya, sekarang keberanian anda akan di uji dengan beban dan tanggung jawab
yang mampu menangkis resiko kebijankan dan kemiskinan.
Penulis Dosen Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UMSU. Juga
merupakan Sekretaris Ekonomi Dan Kewirausahaan Pimpinan Wilayah Pemuda
Muhammadiyah Sumatera Utara (PWPM SU)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar