Teropongsumut.com,Jakarta-Pada hari Rabu, 14 Agustus 2019, Kapolri
Jenderal Tito Karnavian menyodorkan beberapa pertanyaan yang rinci saat ketika
menjadi tim tamu untuk menguji sidang doktoral Wakil Kepala Lembaga Pendidikan
dan Pelatihan (Wakalemdiklat) Polri, Inspektur Jendral Boy Rafli Amar, di
Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Sumedang.
Tito terus memberikan pertanyaan serius kepada anak buahnya itu dari mulai
masalah metode penelitian, fokus penelitian, hingga masalah sistem demokrasi
yang dianut Indonesia saat ini. Disertasi Boy itu berjudul Integrasi
Manajemen Media Dalam Strategi Humas Polri Sebagai Aktualisasi Promoter.
Tito
berpendapat, Boy tidak fokus saat menyinggung permasalahan inti dalam
penelitiannya itu. Sehingga, fokus penelitian cenderung melebar dan tidak tepat
sasaran pada intinya. Padahal, kata dia, perumusan masalah merupakan jantung
dari sebuah penelitian.
"Disertasi ini berisi dua
hal itu, di samping harus menuruti norma-norma keakademikan yang kedua ada
substansi, yakni tema masalah," kata Tito yang juga guru besar kajian
terorisme Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK). "Setelah saya
membaca tidak ada hipotesis dalam tulisan ini."
Menurut Tito, perumusan masalah
dalam penelitian akan mempengaruhi bagaimana penulis menentukan referensi
kerangka teoritis. Selain itu juga menentukan metode yang akan digunakan dalam
pengumpulan data penelitian.
Namun, Tito menilai masalah penelitian yang diusung Boy terlalu banyak
sehingga tidak bisa fokus pada topik penelitian. "Saya menganjurkan
problem cukup satu. Di sini problemnya disebutkan dalam fokus penelitian ada empat
problem dan ini terlalu banyak sehingga bisa melebar," kata Tito.
Kemudian, Tito pun mengkritik ihwal tidak adanya hipotesis atau jawaban
sementara yang masih bersifat praduga terhadap masalah penelitian yang menjadi
fokus kajian. "Tidak ada hipotesis dalam tulisan ini," ujar Tito.
Tito pun menilai disertasi yang ditulis mantan Kadiv Humas Mabes Polri
itu tidak mampu menghasilkan teori baru. Padahal, kata dia, syarat disertasi
itu adalah menemukan teori baru, atau minimal menemukan varian teori yang sudah
ada, atau bisa juga membantah teori yang sudah ada sebelumnya.
"Kami lihat di bagian akhir yang muncul adalah saran praktis, tapi
tidak ketemu tentang hal yang sangat spesifik untuk seorang doktor. Paper
disertasi S3 usianya sudah ada tahap S1 atau S2, yaitu harus sudah menemukan
teori baru," ucapnya.
Boy menjawab beberapa pertanyaan yang disodorkan Tito dalam sidang itu.
Menurut Boy, penelitian yang dilakukannya masih memiliki banyak kekurangan.
Karena itu kritik yang dilontarkan Tito bisa menjadi pembuka bagi penelitian
lanjutan terkait manajemen komunikasi di institusi Polri.
"Dalam hal ini kami sudah
menyampaikan proses penelitian kami menggunakan metode kualitatif, pokok
persoalan sesuai yang kami terima berdasarkan prinsip penelitian kualitatif yang
telah dirumuskan dalam bentuk pertanyaan. Apa yang Profesor (Tito) sampaikan
saya anggap sebagai feed back," kata Boy.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar