Dalam teori, mengenaik sektor pertanian adalah menyangkut
tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan dan itu semua dapat
mempertahankan surplus neraca perdagangan Indonesia pada tahun 2012- 2018
Walaupun nilainya cenderung menurun. Laju pertumbuhan volume ekspor pada
periode tersebut mencapai 6,3%, sedangkan volume impornya, di angka
5,9%. Dan itu meningkat sedikit.
Surplus di sektor pertanian didorong dari subsektor
perkebunan yang nilainya mencapai 22,7 juta dolar AS di tahun 2018. Di sisi
lain, pada kurun waktu 2012-2018, terjadi tren kenaikan PDB tanaman pangan dari
Rp 263 triliun menjadi Rp 298,2 triliun. Penulis contohkan untuk tanaman
padi sebagai komoditi pangan utama, produksi padi meningkat dari 69 juta ton
pada 2012 menjadi 81 juta ton pada 2018 atau tumbuh rata-rata 3 persen/tahun.
contoh ini menunjukkan bahwa meskipun terjadi kenaikan produksi nasional namun
kenaikan permintaan/ kebutuhan pangan jauh lebih tinggi lagi. Dan itu
menjadikan tingkat pertadagangan kita terhambat. Namun bukan karena melemahnya
produksi. Akan tetapi karena volume permintaan meninggkat.
Demografi penulis rasa, sama halnya dengan permintaan yang
meningkat ini, berupa meningkatnya populasi usia produktif yang diprediksi akan
terus terjadi hingga tahun 2036Meningkatnya usia produktif dan terhambatnya
produktivitas pertanian akibat terganggunya konversi lahan. Contohnya
untuk tanaman padi, Tidak cukup hanya memperbaiki indeks pertanian saja,
sedangkan produktivitas cenderung tetap pada kisaran 5,2 ton/ ha sementara itu
sekitar 600 ribu ha lahan baku sawah berkurang pada periode 2016-2018. Maka
perlu penambahan lahan lagi untuk masalah tingkat permintaan.
Mengenai investasi, memang dari sumber investasi penanaman
modal dalam negeri dan penanaman modal asing, dan penanaman modal dalam negeri
meningkat pada sektor pertanian terhadap PDB nasional yaitu dari 5,4% pada 2013
menjadi 10,3% pada tahun 2018. Pada tahun 2012 total nilai investasi PMDN
proyek di sektor pertanian hanya sekitar Rp 9,6 trilun. Tiga kali lipat
jumlah ini meningkat pada tahun 2018 menjadi Rp 31,2 trilun. Peningkatan ini
lebih besar dari peningkatan total investasi PMDN pada kurun waktu yang sama.
Pada kurun tersebut investasi PMA juga meingkat dari 1,2 miliar dolar AS
menjadi 1,7 miliar dolar AS.
Meningkatnya produktivitas dari penanaman modal itu, membuat
investor swasta tertarik untuk bergabung dan menanamkan modalnya di sektor
pertanian, karena kepastian sudah terlihat. Pada tahun 2014, PMA mengalami
kenaikan menjadi 2,2 miliar dolar AS, kemudian turun kembali hingga pada tahun
2017 menjadi 1,6 miliar dolar AS. Pada tahun 2018 hingga triwulan dua PMA yang
masuk di sektor ini tercatat 976 juta dolar AS. Masuk tahun 2013-20017
realisasi investasi baik PMDN maupun PMDA lebih banyak terfokus pada subsektor
perkebunan daripada tanaman pangan dan hortikultura. Hal ini memungkinkan
subsektor perkebunan menyumbangkan PDB dan surplus neraca perdagangan
terbesar.
Rekomendasi
Membaca
uraian diatas, dapat disarankan bahwa, guncangan yang terjadi di sektor
pertanian cukup kuat. Dan membutuhkan peran pemerintah, terutama pada
kementerian pertanian agar bekerja sama dengan stakeholder untuk mencari solusi
yang lebih baik lagi.
Walaupun PDB sektor di pertanian mengalami peningkatan pada
periode tersebut, kontribusinya terhadap PDB nasional cenderung menurun dan
nilainya relatif kecil dibandingkan penyerapan tenaga kerjanya. Pentingnya produktivitas
tenaga kerja dengan sumber daya manusia yang terlatih. Makanya, sektor ekonomi
butuh tenaga pemuda yang produktif. Karena generasi muda ini yang mampu
mentrasformasikan teknologi pertanian yang baik.
Terutama teknologi digital, juga dapat dimanfaatkan untuk
menciptakan pasar dengan informasi simetrik sehingga petani dapat mengakses
harga yang lebih baik. Penguatan dan peningkatan kapasitas teknis dan
manajerial para petani khususnya petani muda juga perlu terus dilakukan.
Penyiapan SDM, khususnya kaum muda terdidik di sektor pertnaian dan
infrastruktur digitial juga akan menjadi salah satu daya tarik investasi untuk
modernisasi sektor ini.
Berkurangnya lahan baku sawah akibat alih fungsi lahan perlu
diantisipasi dengan pencetakan dan optimasi pemanfaatan lahan baku sawah baru,
konsolidasi lahan pertanian (consolidated farming), penguatan kelembagaan
petani serta penerapan kebijakan untuk mengendalikan laju alih fungsi lahan
yang lebih ketat. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan dan peraturan turunanannya perlu
diimplementasikan dengan memperbaiki kontrol dan koordinasi antar pemangku
kepentingan.
Untuk mengatasi ini semua, tentunya pemerintah membuat
kebijakan baru terkait masyarakat di masing-masing provinsi yang menelantarkan
lahan. Dengan demikian, lahan akan terpenuhi dengan tumbuhan yang bermanfaat.
Penulis Dosen
Pertanian Agribisnis Universitas Muhammadiyah Sumatera utara (UMSU)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar