Duduknya menteri pendidikan dan kebudayaan (Kemendikbud) baru, Bapak Nadiem Makarim banyak menjadi perbincangan publik. Terutama dari kalangan akademisi. Baik dari guru maupun dosen yang selalu memberikan kritikan kepada mendikbud. Termasuk juga penulis yang merupakan bagian dari akademisi di salah satu perguruan tinggi di Sumatera Utara (Sumut) juga memiliki pandangan kepada mendikbud untuk memberikan masukan terkait lima kebijakan yang dikeluarkan. Adapun kebijakan tersebut menyangkut kurikulum.
Menteri Nadiem mengeluarkan kebijakan tersebut ada lima kebijakan yang penulis baca melalui media nasional baik media online, televisi dan cetak. Adapun lima kebijakan itu adalah: pertama, memprioritaskan pendidikan karakter dan pengalaman pancasila. Lalu yang kedua, memangkas semua regulasi yang menghambat terobosan dan peningkatan investasi.
Ketiga, kebijakan pemerintah harus kondusif untuk menggerakkan sektor swasta dengan tujuan meningkatkan investasi di sektor pendidikan. Lalu yang keempat, seluruh kegiatan pemerintah berorientasi pada penciptaan lapangan kerja dengan mengutamakan pendekatan pendidikan dan pelatihan vokasi yang baru dan inovatif. Dan yang kelima, memperkuat teknologi sebagai alat pemerataan baik daerah terpencil dan kota besar. Hal itu bertujuan agar mendapat dukungan yang sama.
Penulis memandang dari kelima kebijakan tersebut hanya dua point yang memiliki kualitas untuk diupayakan dengan maksimal. Dan deregulasi yang lainnya hanya wacana dan membuat kesulitan untuk semua para guru yang mengajar. selain itu dari point ketiga, masih membinggungkan publik. Karena, publik masih belum mendapatkan kejelasan bagaimana mekanisme investasi swasta di sektor pendidikan?
Baiknya, jika mengeluarkan kebijakan, haruslah memberikan kejelasan dan mekanisme aturan main. Sehingga tidak menjadi perdebatan dan kegundahan publik. Terutama dari pihak guru-guru yang honor dan para akademisi perguruan tinggi yang aktif menjadi pengkritik dan masukan bagi pemerintah.
Memang benar, tidak ada habisnya jika kita membahas topik mengenai pendidikan. Dari zaman sebelum masehi, bahkan zaman Rasulullah, konsep pendidikan terus berubah-ubah polanya. Itu menandakan bahwa tidak ada habisnya jika kita bahas mengenai pendidikan sekala nasional. Apalagi Negara kita ini beragam suku, budaya dan agama. Dengan ragam itulah perlunya kita menyesuaikan. Terutama di sektor pendidikan. Penulis mendukung apa yang sudah dikeluarkan oleh bapak menteri, akan tetapi kebijakan tersebut haruslah diperjelas dan tetap membuthkan masukan dari para pelaku langsung di lapangan yang lebih berpengalaman.
Kesejahteraan Guru
Pendidikan adalah tulang punggung untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang di cita-citakan kita semua dan di uangkapkan oleh Bapak Presiden Ir. Jokowi Dodo. Sebagai bukti kalahnya kita bersaing dengan Negara lain baik ekonomi dan teknologi, itu semua di karenakan kualitas SDM kita yang lemah. Faktorknya tak lain adalah karena kualitas pendidikan kita.
Tentunya faktor itulah yang membuat kita memiliki semangat menjadikan pendidikan nasional menjadi tulang punggung untuk mencerdaskan dan membina ahlak mulia, iman dan takwa. Yang tertulis dalam UUD 1945 tepatnya pada pasal 31 ayat 3 dan di atur dalam UU Sisdiknas 20/2003. Perlu di ketahui bahwa untuk meningkatkan semngat nasional pendidikan kita, kuncinya adalah ada pada guru.
Dalam dunia pendidikan, semua akan sepakat bahwa kunci keberhasilan dari pendidikan kita adalah pada guru yang menjadi pemeran utamanya, faktor keberhasilan dan penentu. Hal ini tertulis juga dalam UU No 14/2005 tentang guru dan dosen menegaskan; “kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional memiliki tujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab”. Terdapat di pasal 6/UU No. 14/2005.
UU tersebut, menekankan bahwa guru dan dosen merupakan kunci dari pendidikan kita, namun, keluarnya UU tersebut, masih banyak meninggalkan sisa masalah yang berkelanjutan. Terutama pada guru di sekolah. Merujuk pada data PGRI, jumlah guru di Negara ini masih memiliki kekurangan 1,1 juta guru atau 870 ribu orang per 31 desember 2018.
Selain kekurangan guru, menurut Dirjen Pendidikan dan Tenaga Pendidikan, Kemendikbud, Indonesia mengalami kesalahan dalam mengelola distribusi guru. Faktanya, masih ada guru yang di gaji di bawah UMR, bahkan ada guru yang di gaji Rp 300 ribu per bulan. Bahkan ada yang 6 bulan sekali di gaji. Artinya, kondisi keadilan dalam UU tersebut belum terwujud dengan maksimal. Terutama guru yang dimana dia di tuntut untuk profesional, namun di perlakukan main-main.
Guru memiliki ilmu matematika, tetapi dia tidak mampu menghitung berapa jumlah kalori yang harus dia butuhkan untuk beraktivitas. Guru ahli akuntansi dan hebat mengajarkan siklus akuntansi dan laporan keuangan suatu perusahaan, tetapi dia masih galau menghitung laporan bon pribadinya di toko sembako untuk makan keluarganya. Guru STM ahli di bidang mesin, namun dia galau karena motornya tidak bisa hidup karena ketidak mampuannya untuk membeli bensin.
Di tahun 2019 ini tepat pula di bulan yang merayakan hari guru nasional 25 November 2019 menjadi refleksi pemerintah agar mampu mensejahterakan guru secara berkeadilan. Selain itu masih banyak lagi guru-guru yang belum memiliki sertifikat. Penulis juga tidak biasa menutupi jika ada juga guru yang memiliki penghasilan besar, namun banyak juga guru yang memiliki penghasilan kecil.
Lima kebijakan yang dikeluarkan oleh menteri Nadiem Makarim tidak ada satu pointpun menyinggung tentang kesejahteraan guru, yang di perioritaskan hanya kurikulum dan kurikulum. Baiknya dari lima kebijakan itu di tambah satu lagi yaitu meningkatkan kesejahteraan guru agar guru mampu memenuhi tuntutan profesional sebagi pemeran utama mencerdaskan kehidupan bangsa. Semoga bermanfaat!
Penulis adalah dosen Fakultas Agama Islam UMSU dan Sekjen Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Sumut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar